Minggu, 17 Mei 2009

PBA Insuri

IBNU RUSYD
DAN PEMIKIRANNYA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ilmu Filsafat Islam institut sunan giri ponorogo






Disusun oleh:
Imam Rifai
Dosen Pengampu
Drs.H.Machsun,M.Hum

Fakultas Tarbiyah Prodi PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI ( INSURI )
PONOROGO
2008



BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Ilmu filsafat Islam adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu secara mendalam tentang agama Islam, yang prosses pembelajarannya tersebut sejauh yang dapat dijangkau akal manusia. Ilmu filsafat Islam ini merupakan cabang dari ilmu filsafat.

Adapun tokoh-tokoh dari filsafat islam ini banyak sekali dan tak jarang dari mereka yang mengambil atau mengusung pendapat dari para filusuf yunani. Para tokoh filsafat itu mempunyai pendapat masing-masing yang antara pendapat tokoh satu dan lainnya mempunyai perbedaan atau ciri kas tertentu.

Adapun makalah ini akan membahas tentang seorang filusufi islam terkenal berkelahiran cordova, spanyol yang bernama Abu Al-Wahid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Rusyd.

b. Rumusan Masalah
Untuk membatasi pembahasan dalam makalah ini, penulis berlandasakan atas dasar beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana riwayat hidup Ibnu Rusyd?
b. Bagaimana pemikiran Ibnu Rusyd?
c. Bagaimana pendapat penulis tentang pemikiran Ibnu Rusyd?


c. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah:
a. agar kita mengetahui tentang siapa dan riwayat Ibnu Rusyd.
b. Agar kita mengetahui pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd
c. Agar pengetahuan kita terhadap ilmu filsafat berkembang luas.
d. Supaya kita tidak ekstrim dalam menaggapi berbagai hal yang berhubungan dengan filsafat.
e. Supaya kita menjadi oarng yang bijak dalam menentukan langkah dan mengambil langkah untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.



















BAB II
PEMBAHASAN
IBNU RUSYD
1. SEJARAH KEHIDUPNYA
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Wahid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia lahir dikota Cordova pada tahun 1126 M/ 520 H. Ayahnya bernama Abu Al-Qosim, dia pernah menjabat sebagai kepala pengadilan di Andalusia.

Ibnu Rusyd merupakan murid dua filusuf besar Maghribiyah, Ibnu Bajjah dan Ibnu Tufail. Ibnu Tufail pernah meminta kepada Ibnu Rusyd untuk membuat ulasan atas karya Aristoteles, karena karya Al-Farobi dan Ibnu Sina dianggap tidak sebanding dengan karya Aristoteles. Dan karena hasil ulasannya ini dia disebut sebagai juru ulas dan banyak dikenal oleh masyarakat Eropa pada abad pertengahan. Dante dalam karyanya devince comedy menyebut nama Ibnu Rusyd bersama-sama dengan Euclid, Ptolemeus, Hippocrates, Ibnu Sina dan Galen, serta menjulukinya juru ulas yang agung.

Dia lebih dikenal di Eropa tengah daripada di Timur, dikarenakan beberapa sebab. Pertama; Tulisan-tulisannya banyak diterjemahkan kedalam bahasa latin dan diedarkan serta dilestarikan, sedangkan teksnya yang asli dalam bahasa arab yang berada di timur dibakar atau dilarang diterbitkan lantaran mengandung semangat filsafat dan filusuf. Kedua; Eropa pada zaman Renaissance dengan mudah menerima filsafat dan metode ilmiah seperti karya Ibnu Rusyd, sedangkan di Timur, ilmu dan filsafat mulai dikorbankan demi berkembangnya gerakan-gerakan mistis dan keagamaan. Sebenarnya dia sendiri terpengaruh oleh adanya pertentangan ilmu dan filsafat dengan agama. Agama memenangkan pertikaian itu di Timur dan ilmu memenangkannya di Barat.

Akibat dari pertentangan tersebut, Ibnu Rusyd disiksa dan dibuang ke Lucena, dekat Cordova. Bukan itu saja, tetapi juga tulisan-tulisannya dibakar dimuka umum. Tapi aib yang diderita Ibnu Rusyd tidak berlangsung lama, Al-Manshur sekembalinya dari Marrakussy, mengampuni dan memangilnya kembali. Ibnu Rusyd pergi ke Marrakusy dan meninggal pada tahun 595 H /1198 M.

2. HASIL KARYANYA
Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filusuf yang menentang Al-Ghozali, yaitu lewat buku Tahafitut Tahafut yang menentang buku Al-Ghozali Tahafutul Falasifah. Dalam bukunya itu Ibnu Rusyd membela pendapat-pendapat ahli filsafat yunani dan Islam yang diserang habis-habisan oleh Al-Ghozali. Ibnu Rusyd juga menentang prinsip Ijroul Adat dari Al-Ghozali.

Hasil karya Ibnu Rusyd sangat banyak, tetapi yang asli berbahasa arab hanya sedikit yang sampai kepada kita. Sebagian buku-bukunya telah diterjemahkan kedalam bahasa Latin dan Yunani.

Diantara karangan-karangannya dalam hal filsafat adalah:
a. Tahafutut Tahafut
b. Risalah Fii Ta’allaqi ‘ilmillahi ‘an ‘adami ta’allaqihi bil juz’iyat.
c. Tafsiru ma ba’dath thabi’at.
d. Fashlul maqol fiima baina hikmah wa asysyari’ah minal ittishal.
e. Al-khasyfu ‘an manaahijil ‘adilah fii ‘aqo’idi ahlil millah.
f. Naqdu khodariyat ibni shina ‘anil mukmin lidzatihi wal mukmin lighoirihi.
g. Risalah fii wujudil azali wa wujudil mu’aqqot.
h. Risalah fil aqli wal ma’quli.




3. FILSAFAT AJARANNYA
a. Pencarian Tuhan
Tentang filsafat ketuhanan Ibnu Rusyd membicarakannya dalam berbagai karangan diantaranya; dalam Tahafutut-Tahafut dan Manahij Al Adilah yang membahas tentang wujud Tuhan, sifat-sifat-Nya dan hubungan-Nya dengan alam.

Al-Asy’ariyah mempercayai bahwa wujud Tuhan dapat dicapai melalui akal pikiran. Hal tersebut menurut Ibnu Rusyd tidak sesuai dengan jalan yang ditunjukkan oleh syara’, karena mereka menganggap bahwa alam ini baru, maka ia mesti ada pembuatnya yang baru dan pembuat ini membutuhkan pembuat yang lain, begitu seterusnya sampai tidak berkesudahan. Dengan kata lain barunya alam tidak dapat dipahami oleh orang awam dan juga tidak memuaskan bagi golongan filusuf karena jalan tersebut bersifat jadali bukan burhani atau tidak teoritis dan bukan pula syara’ yang meyakinkan.

Menurut Ibnu Rusyd dalam bukunya Fashil Al Maqol menyatakan bahwa mengenai penciptaan itu hanya mungkin dengan mempelajari alam wujud yang diciptakan-Nya. Allah memberi dua dalil dalam kitab-kitabnya yaitu: dalil inayah dan dalil Ikhtira’ atau ikhtira’.

1. Dalil Inayah atau Penolong
Tentang wujudnya dalil inayah ini tertera dalam al-Quran surat an-naba’ ayat 6-7 yang artinya: “bukankah kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak”.

Dengan melihat ayat tersebut jelas bahwa dalil inayah itu mengajak kita kepada pengetahuan yang benar, bukan sekedar ada argumentasi, tetapi mendorong kita untuk memperbanyak penyelidikan dan menyingkap rahasia-rahasia alam, bukan untuk menimbulkan kesulitan dan kejanggalan.



2. Dalil Ikhtira’
Ayat-ayat yang mewujudkan tentang dalil dalil ikhtira’ tertera dalam al-Quran surat al-Hijj ayat 73 yang artinya: “sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya”.

Dari ayat tersebut sudah nampak jelas adanya penciptaan hewan yang bermacam-macam, tumbuh-tumbuhan dan bagaian-bagian alam lainnya yang pada masing-masing makhluk tersebut ada gejala hidup berlainan dan yang menentukan bermacam-macam pekerjaannya, semakin tinggi tingkatan makhluk semakin tinggi pula macam pekerjaannya. Semua ini menunjukkan adanya penciptaan yang menghendaki supaya sebagian makhluknya lebih tinggi daripada sebagaian yang lain. Dalil ini mendorong kita untuk mengikuti jalan keilmuan sedalam-dalamnya.

Ibnu Rusyd juga mengemukakan dalil gerak atau dalil penggerak pertama yang diambil dari Aristoteles yang menyatakan bahwa alam semesta ini bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan tidak berbenda yaitu Tuhan.

b. Qodimnya Alam
Menurut Ibnu Rusyd, perselisihan antara kaum theolog pengikut asy’ariyah dan para filusuf klasik hampir bisa dikembalikan pada perselisihan mengenai penamaan saja. Mereka telah sepakat adanya macam wujud yaitu yang dua bersifat ekstrim dan yang satu merupakan bentuk pengetahuan dari keduanya. Ekstrim pertama adalah wujud yang terjadi dari sesuatu selain dirinya yakni oleh suatu sebab penggerak serta dari suatu bahan tertentu, dan wujud ini dalam kewujudannya didahului oleh waktu. Contoh air, tanah, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain.

Wujud ekstrim yang lain adalah wujud yang adanya tidak berasal dari, maupun disebabkan oleh sesuatu yang lain serta tidak pula didahului oleh waktu. Wujud ini dinamakan al-Qodim. Menurut Ibnu Rusyd dan para theolog waktu ialah sesuatu yang menyertai gerak dan benda.

Alam ini mesti ada yang membuatnya, akan tetapi bisa timbul keragu-raguan tentang macamnya wujud zat pembuat tersebut tidak bisa kita katakan azali (qodim) atau baru. Perkara yang baru wujudnya harus berhubungan dengan pembuat yang baru. Jawaban Ulama’-ulama’ kalam bahwa perbuatan baru tersebut terjadi karena iradah (kehendak) yang Qadim tidak dapat melenyapkan keragu-raguan, karena iradah bukanlah perbuatan yang berhubungan dengan perkara yang diperbuat.

Menurut lahiriah syara’ jika diteliti akan nampak dari ayat-ayat mengenai terjadinya alam bahwa formnya baru benar-benar dan wujud zaman itu sendiri berlangsung terus tidak terputus. Sebab firman Tuhan: “Tuhan adalah dzat yang membuat langit dan bumi dalam enam hari, dan ‘Arsy-Nya sebelumnya diatas air”. (QS.Hud:7). Menurut lahirnya menunjukkan adanya wujud sebelum wujud ini, yaitu ‘Arsy dan Air. Dan adanya zaman sebelum zaman ini yakni zaman yang menyertai gambaran wujud yang berupa bilangan benda-benda angkasa.

Ibnu Rusyd mengatakan bahwa lamanya perbuatan: perbuatan tersebut sama dengan lama wujudnya sendiri, karena keduanya (perbuatan dan wujudnya) tidak ada permulaannya. Dan apabila dzat pembuat pertama tidak mempunyai permulaan dan kesudahan bagi wujudnya, maka wujud perbuatannya juga tidak ada permulaan dan kesudahannya.

Ibnu Rusyd menegaskan dalam Tahafutut Tahafut : “wujud yang azali benar-benar tidak ada dan apa yang tidak ada benar-benar tentu tidak bisa wujud”.

1. Azalinya Gerakan
Kejadian dan kemusnahan dalam alam ini adalah akibat gerakan-gerakan yang terus-menerus tidak berkesaudahan dalam menjadikan apa yang bersifat potensi menjadi wujud yang nyata. Gerak yang tidak berkesudahan merupakan suatu yang bergerak yang disebabkan oleh penggerak yang mempengaruhinya.



2. Alam adalah Qodim dan Hadits
Bagi mereka yang lebih menguatkan pada segi kemiripan dengan wujud qodim disebut wujud qodim. Sedang yang menguatkan segi kemiripan dengan wujud baru mereka menamakan wujud baru. Ibnu Rusyd menambahkan; bahwa sebenarnya alam semesta ini bukan wujud baru dan bukan pula wujud qodim yang sebenarnya.

Bagi Ibnu Rusyd bahwa alam ini adalah qodim, karena ia wujud dengan kemauan Tuhan, sedang kemauan-Nya tidak bisa ditolak dan tidak ada permulaannya. Ibnu Rusyd tidak memisahkan antara zaman dengan keabadian yang sebenarnya kedua perkara itu berbeda. Sebab wujud yang abadi tidak bergerak dari satu tempat ke tempat lain atau satu zaman ke zaman lain.

Kata Plato, zaman adalah peniruan dari keabadian. Dimana zaman itu diberikan oleh Tuhan kepada makhluk-Nya karena makhluk ini tidak bisa mirip dengan Tuhan dalam sifat keabadian-Nya dengan tidak ada permulaan atau kesudahan. Sebab zaman marupakan makhluk yang diciptakan Tuhan, oleh karena itu tidak mungkin ia mirip, lebih-lebih sama dengan penciptanya.

c. Kebangkitan Jasmani
Menurut Ibnu Rusyd keimanan terhadap kebangkitan jasmani adalah suatu keharusan bagi terwujudnya keutamaan akhlak, teori dan amalan lahir, hanya dengan amalan lahirlah seseorang memperoleh kehidupan yang sebenarnya di dunia ini. Dan dengan keutamaan-keutamaan teori maka seseorang akan memperoleh kehidupan di dunia dan akhirat, sedangkan kedua keutamaan tersebut tidak akan terwujud dan tercapai kecuali dengan keutamaan akhlak. Sedang keutamaan akhlak tidak bisa tercapai kecuali dengan jalan mengetahui Tuhan dan memuja-Nya dengan ibadah.

Adapun prinsip-prinsip syara’ seperti macamnya kebahagiaan akhirat, mengakui adanya akhirat sesudah mati, meskipun semua agama dalam pembicaraannya tidak sama, namun hal ini tidak perlu dibicarakan tentang ada dan tidaknya. Seperti apakah Tuhan itu ada atau tidak ada. Demikian juga tentang wujud kebahagiaan di akhirat ,sifat Tuhan dan perbuatan-Nya. Pada dasarnya aturan-aturan syara’ diambil dari wahyu dan akal. Setiap syara’ (aturan) yang didasarkan atas wahyu maka bercampur pula dengan pikiran, apabila ada syariat yang hanya didasarkan pada pikiran saja, maka nilainya tentu lebih rendah dari syari’at yang didasarkan atas pikiran dan wahyu.

Islam dalam masalah ini lebih mendorong dari amalan-amalan utama. Oleh karena itu pengambaran terhadap kebangkitan jasmani itu dengan gambaran materiil lebih baik daripada pengambaran-pengambaran rohani seperti yang digambarkan syara’, bahwa surga diperuntukkan untuk orang-orang yang bertaqwa dengan sungai-sungai yang mengalir dibawahnya (QS 17:15; 55:50; 66,77:41,88:12). Semua itu menunjukan bahwa alam akhirat adalah lebih tinggi daripada alam dunia ini. Dan adanya suatu fase yang lebih utama daripada fase di dunia ini. Apabila ada orang yang membahas kedudukan alam akhirat maka sebenarnya ia hendak membatalkan syari’at dan keutamaan-keutamaannya. Bahkan mereka termasuk orang zindik yang berpendirian bahwa tujuan hidup manusia hanya mencapai kelezatan zhahir saja oleh karena itu ia hendaknya mendapat hukuman-hukuman yang telah ditentukan Tuhan.

Ibnu Rusyd berpendapat bahwa apa yang dikemukakan al-Ghozali dalam menagkis para filusuf adalah baik sekali, akan tetapi dalam tangkisan itu jiwa harus tetap hidup, seperti yang ditunjukkan dalam dalil-dalil pikiran dan syara’. Juga harus diperkirakan bahwa yang akan kembali diakhirat nanti adalah seperti perkara yang terdapat didalam dunia bukan perkaranya itu sendiri, karena perkara yang telah hilang itu sendiri tidak akan kembali seperti pendapat al-Ghozali.

Dengan demikian pengkafiran dalam masalah kebangkitan jasmani tidak beralasan karena masalah ini bagi para filusuf adalah persoalan teori, juga dalam masalah kedua lamanya yaitu Tuhan mengatakan “dalam Tuhan dalam mengetahui perkara-perkara juz’iyat, karena pendapat yang mengatakan dalam Tuhan tidak mengetahui perkara-perkara juz’iyat bukan pendapat para filusuf dan tentang qodimnya alam ada perbedaan antara pengertian qodimnya alam yang dipahami oleh para ulama’ kalau dengan para filusuf.





d. Tentang Kerasulan
Menurut Asy-Ariyah bahwa orang yang mengaku menjadi utusan Tuhan , maka harus menunjukan benar-benar bahwa ia diutus Tuhan untuk hamba-hambanya, dan tanda ini dinamakan mukjizat.
Pembuktian seperti itu menurut Ibnu Rusyd hanya bersifat memuaskan hati, tetapi tidak meyakinkan, namun ia menyadari bahwa pembuktian seperti itu sesuai dengan kebanyakan orang. Apabila diteliti dengan saksama pembuktian seperti itu akan mengandung banyak kelemahan. Diantaranya darimana kita mengetahui bahwa mukjizat yang Nampak pada seorang yang mengaku nabi itu adalah tanda dari Tuhan yang menunjukkan bahwa ia adalah benar-benar rasul-Nya. Keadaan demikian tidak dapat ditetapkan oleh syara’. Karena syara’ belum dapat ditetapkan, sebab menunggu penetapan kekearsulannya itu. Akal pikiran itupun tidak bias menetapkan bahwa tanda tersebut adalah khusus untuk para Rasul, kecuali apabila memang tanda itu telah diketahui wujudnya berkali-kali dari orang yang mengaku menjadi rasul dan tidak terjadi pada orang lain.
Ibnu Rusyd tidak puas dengan cara pembuktian para ahli kalam itu, baik kepada kerasulan secara umum ataupun kepada nabi Muhammad saw. Secara khusus. Ia mengatakan bahwa nabi Muhammad tidak mengaku dirinya sebagi nabi dengan mengemukakan hal-hal yang menyimpang dari hokum alam atau sunatullah (seperti mukjizat), Seperti tongkat menjadi ular. Ini sebagai suatu yang digunakan untuk mengalahkan orang-orang yang menentangnya.
Ketika nabi dimintai tanda-tanda kerasulannya beliau menjawab: “maha suci Allah, aku ini tidak lain hanyalah manusia yang menjadi rasul” (QS.Al-Isra:92-93). Kisah ini seakan-akan nabi Muhammad saw.hendak mengatakan bahwa hal-hal yang menyimpang dari hokum alam adalah urusan Tuhan semata-mata, sedangkan aku ini manusia biasa yang tidak mempunyai kekuasaan untuk itu. Ibnu Rusyd melanjutkan apabila ia tidak mengemukakan suatu bukti atau mukjizat lahiriyah tentang kebenaran kerasulannya, maka bukti kerasulannya adalah Al-Quran semata-mata yang menjadi bahan tantangan bagi orang banyak. Sedang pembuktian Al-Quran sendiri sebagai mukjizat adalah dengan membaca dan memahami benar-benar, maka didalamnya akan Nampak hal-hal yang ghaib yang tidak dikenal oleh Nabi Muhammad itu sendiri sebelum menerima wahyu. Disamping itu susunan dan gaya bahasanya tidak sama dengan perkataan orang arab seluruhnya.
e. Akal dan Jiwa
Apakah bentuk itu dapat bereksistensi tanpa materi? Jawabannya merupakan jalan sejati pengetahuan.
Bentuk materi tidak pernah dapat dipisahkan dari materi karena bentuk fisik bisa maujud hanya dalam materi.oleh sebab itu bentuk-bentuk tersebut bersufat sementara dan berubah-ubah. Mereka tidak kekal sebab mereka tidak memiliki substansi kecuali dalam materi. Maka bentuk-bentuk terpisah merupakan suatu yang bukan bentuk-bentuk material. Karenanya, keterpisahan jiwa rasional, yaitu akal, hanya dapat ditunjukkan jika bisa dibuyktikan bahwa akal merupakan bentuk dari wujud alamiah organik.
Dengan hal diatas manusia mendapatkan pengetahuan lewat perasaan, imajinasi dan akal tidak seperti hewan yang hanya denganperasaan dan imajinasi. Akal bersifat teoritis dan praktis. Akal praktis lazim dimiliki semua orang. Lewat akal praktisnya manusia mencintai dan membenci, hidup bermasyarakat dan berteman. Kebijakan adalah hasil akal praktis .

















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan dan Opini Penulis
1. Tentang pencarian Tuhan Ibnu Rusyd tidak mempercayai bahwa wujud Tuhan dapat dicapai melalui akal pikiran dan menyatakan bahwa mengenai penciptaan itu hanya mungkin dengan mempelajari alam wujud yang diciptakan-Nya. Hal ini sesuai dengan Al-Quran dan Hadits sebagaimana pendapat penulis

2. Tentang qodimnya alam Ibnu Rusyd berpendapat bahwa wujud yang azali benar-benar tidak ada dan apa yang tidak ada benar-benar tentu tidak bisa wujud. Artinya alam ini tidak qodim akan tetapi hadits.


3. Tentang kebangkitan jasmani mengemukakan keimanan terhadap kebangkitan jasmani adalah suatu keharusan bagi terwujudnya keutamaan akhlak, teori dan amalan lahir.

4. Tentang kerasulan apabila seorang nabi tidak mengemukakan suatu bukti atau mukjizat lahiriyah tentang kebenaran kerasulannya, maka bukti kerasulannya adalah Al-Quran semata-mata dan bukan hanya menunjukan benar-benar bahwa ia diutus Tuhan untuk hamba-hambanya. Karena pembuktianseperti itu (lewat mukjizat) masih menyimpan keragu-raguan. Inilah yang sangat penting dari pemikiran beliau dan harus kita terapkan dalam kehidupan kita.

B. Saran dan Kritik
Kepada para pembaca, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah ini. Karena suatu hal tidak akan pernah mencapai kesempurnaan, tanpa ada kritik dan saran dari orang lain tentunya kritik dan saran yang membangun.
Atas kritik dan saran pembaca, penulis ucapkan banyak terima kasih.
C. Penutup
Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan pertolongan dalam menyempurnakan makalah ini dan sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.yang telah menunjukkan jalan kepada pintu-pintu ilmu dan memberi suri tauladan yang baik.
Akhirnya, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada pembaca yang telah mau mengoreksi makalah ini dan akhir kata
Wassalamu alaikum wr. wb.

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum wr.wb.
    salut atas tulisan Mas Riva...

    BalasHapus
  2. Mas Riva.. kalo posting lagi... edit dulu spasinya supaya nggak terlalu renggang...

    BalasHapus